Pemerintahan (governance/tata kelola):
Dalam arti yang general merupakan sesuatu yang berhubungan dengan politik dan sering didefinisikan sebagai seni dalam memerintah. Para peneliti menggunakan istilah 'Pemerintahan' (Governance) untuk pembahasan desentralisasi dan relational management sedangkan 'Pemerintah' (Government) untuk pembahasan dominansi dan kontrol. Pemerintahan erat kaitannya dengan konsep desentralisasi kekuasaan dan perlunya pengelolaan antar sektor.
Pemerintah (government):
Di satu sisi, pemerintah mengacu pada lembaga pusat yang memegang kekuasaan atas rakyatnya. Ini adalah instrumen yang dipolakan menurut model “komando dan kendali”, yaitu pemerintah yang menguasai urusan rakyat.
Decision-Making:
Secara luas, pengambilan keputusan (decision making) mengacu pada proses di mana seseorang atau sekelompok orang, dipandu oleh struktur sosial-politik, sampai pada keputusan yang melibatkan kebutuhan dan keinginan individu dan komunal mereka.
Implementasi:
Implementasi adalah proses yang secara logis mengikuti keputusan; itu memerlukan aktualisasi atau materialisasi dari rencana atau keputusan.
Aktor (Actors):
Aktor adalah sektor atau kelompok atau institusi yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi.
Aktor informal:
Aktor informal lainnya juga ada, seperti sindikat kejahatan terorganisir (organized crime) dan powerful family. Pengaruh mereka lebih terasa di pemerintah daerah, dan di pedesaan dan perkotaan. Paling sering, aktor-aktor ini adalah penyebab korupsi, di mana tujuan pemerintah yang sah terdistorsi oleh kepentingan ilegal dan pribadi mereka. Lebih buruk lagi, mereka memanipulasi pejabat dan lembaga pemerintah, dan menyebabkan kekerasan yang meluas namun terorganisir di masyarakat.
Pemerintahan buruk (bad governance):
Ketika aktor dan struktur informal ini mengganggu, merusak, dan mengganggu tujuan dan cita-cita yang sah dari masyarakat, maka akan terjadi pemerintahan yang buruk (bad governance) yang dianggap sebagai masalah utama masyarakat. Bantuan dan pinjaman internasional, misalnya, sangat langka di negara yang pemerintahannya buruk. Donor internasional dan lembaga keuangan semakin mendasarkan bantuan dan pinjaman mereka pada kondisi bahwa reformasi yang memastikan “Good Governance” dilakukan.
Indikator 'Good Governance':
Diantara indikator yang dapat dikategorikan sebagai 'good governance' adalah;
1. Partisipasi (Participation)
2. Supremasi Hukum (Rule of Law)
3. Efektivitas dan Efisiensi
4. Transparansi
5. Responsif
6. Pemerataan dan Inklusivitas (Equity and Inclusive)
7. Berorientasi Konsensus (Concensus Oriented)
8. Akuntabilitas (Accointability)
Struktur (Structures):
Struktur mengacu pada organisasi atau mekanisme yang secara formal atau informal memandu proses pengambilan keputusan dan menggerakkan berbagai aktor dan aparat dalam proses implementasi.
Partisipasi:
Tata pemerintahan yang baik pada dasarnya membutuhkan partisipasi berbagai sektor masyarakat. Partisipasi berarti keterlibatan aktif semua pihak yang terkena dampak dan berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini membutuhkan lingkungan yang memungkinkan di mana informasi yang relevan disebarluaskan secara efektif dan orang-orang dapat merespons dengan cara yang tidak dibatasi dan jujur. Ini juga berarti kesetaraan gender, mengakui peran vital laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan.
Supremasi Hukum:
'Rule of law' menuntut agar orang-orang dan masyarakat sipil memberikan kepatuhan yang biasa kepada hukum. Ia juga menuntut agar pemerintah bertindak dalam batas-batas kekuasaan dan fungsi yang ditentukan oleh undang-undang. Ketiadaan supremasi hukum adalah anarki. Anarki terjadi ketika orang bertindak dengan sangat mengabaikan hukum dan ketika pemerintah bertindak seenaknya atau sewenang-wenang di luar kekuasaan mereka.
Efektivitas dan Efisiensi:
Tata kelola yang baik mensyaratkan bahwa institusi, proses, dan aktor dapat menyampaikan dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan baik.
Transparansi:
Sebagai salah satu indikator 'good governance', berarti masyarakat terbuka terhadap informasi mengenai proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya. Dalam istilah hukum, itu berarti bahwa informasi tentang hal-hal yang menjadi perhatian publik tersedia bagi warga negara atau mereka yang akan terkena dampak langsung.
Responsif:
'Responsiveness' berarti bahwa lembaga dan proses melayani semua pemangku kepentingan secara tepat waktu dan tepat. Ini juga berarti bahwa aktor dan struktur pemerintahan dengan mudah memberikan ekspresi yang tulus atas kehendak atau keinginan rakyat.
Pemerataan dan inklusivitas:
Berarti bahwa semua anggota masyarakat, terutama yang paling rentan atau tingkat akar rumput, harus dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.
Berorientasi Konsensus:
Tata kelola berorientasi konsensus ketika keputusan dibuat setelah mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda dari para aktor masyarakat. Mekanisme penyelesaian konflik harus ada karena mau tidak mau konflik akan muncul dari persaingan kepentingan para aktor. Untuk mencapai konsensus, struktur mediasi yang kuat, tidak memihak, dan fleksibel harus dibentuk. Tanpa itu, kompromi dan konsensus luas tidak dapat dicapai yang melayani kepentingan terbaik seluruh komunitas.
Akuntabilitas:
'Accointability' berarti pertanggungjawaban atau tanggung jawab atas tindakan seseorang. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap orang atau kelompok bertanggung jawab atas tindakan mereka terutama ketika tindakan mereka mempengaruhi kepentingan umum. Para aktor memiliki kewajiban untuk menjelaskan dan bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan dan tindakan yang mereka buat atas nama masyarakat yang dilayaninya.